Senin, 27 Juni 2016

WELCOME NOTE : GOOD GUY GO TO HEAVEN, BAD GUY GO TO PATTAYA



Minggu 3 Januari 2016, hari ini jatah kami check out dari Coop dopa hostel, Bangkok. Tujuan kami selanjutnya akan ke Pattaya yang akan di tempuh menggunakan bus sekitar 2,5 jam.  Namun sebelum ke Pattaya, kami mampir ke khaosan road untuk sarapan sekaligus hunting tiket bus untuk ke Kamboja esok hari.  Sampai dengan detik ini kami belum memiliki tiket untuk ke Siem Reap, hal ini karena diluar dugaan kami.  Awalnya kami mengira akan ada bus malam jurusan Bangkok-Siem Reap, namun ternyata memang tidak ada jadwal untuk malam hari karena hal ini akan menyulitkan apabila sampai di border/perbatasan malam hari.  Kami mendatangi agen tiket yang pemiliknya seorang israel, dari tampangnya memang garang tegas tapi ternyata baik.  Namun kami tak lantas membeli tiket karena pada saat itu kami masih punya harapan akan ada bus yang jalan dari Pattaya menuju ke Siem Reap.  Alhasil kami belum pegang tiket sama sekali.

Sekitar pukul 11.35 kami meninggalkan Khaosan rd menuju ke terminal Mo Chit dengan menggunakan bus kota no 3 yang pemberhentiannya di sekitar perempatan (junction) dengan tarif 6,5 bath/orang. Sekitar 45 menit perjalanan akhirnya pukul 12.10 sampai di Mo Chit kami membeli tiket bus antar kota menuju Pattaya seharga 119 bath/orang dengan jadwal keberangkatan pukul 13.00.  Perjalanan dari terminal Mo Chit menuju ke Pattaya ditempuh sekitar 2,5 jam (tergantung traffic).  

“Good guy going to Heaven, Bad guy Going To Pattaya” Kira-kira seperti itulah welcome note begitu kami menginjakkan kaki tepatnya di walking street Pattaya.  Pukul 15.30 kami sampai di Pattaya Bus Station dan langsung menggunakan song taew menuju ke walking street dengan tarif 50 bath per orang.  Di Pattaya sebenarnya kami tidak mengagendakan untuk spesifik ke suatu tempat, kami anggap ini bonus kami saja selama di Thailand alhasil aktivitas kami lebih banyak makan dan jalan menikmati pantai.  Pattaya kali ini mungkin berbeda dengan yang dulu, tempat ini sudah tak lagi menjadi destinasi favorit tiap pelancong.  Dahulu Pattaya terkenal dan menjadi surga bagi para kaum laki-laki, industri seks di kota ini tampak nyata karena dilegalkan.  Dan yang tak kalah menariknya adalah dunia malamnya yang tersohor dengan aksi pertunjukan para lady boys yang terkenal dengan cabaret show nya. Sedangkan kami justru kebingungan hendak masuk kemana, maklum saja kami masih lugu. 

                                                     Doc. Seputar Walking street, Pattaya


                                             Doc. Garis pantai Pattaya

Di Pattaya kami tidak mengagendakan menginap karena tidak menemukan Bus malam jurusan Siem Reap.  Kalopun ada hanya seperti travel saja dan harganya lumayan mahal, itupun tidak sampai di Siem Reap, hanya di perbatasan Arranyaprathet.  Sekitar pukul 19.00 kami sudahi jalan-jalan dan langsung mencari ojek menuju ke terminal untuk membeli tiket.  Pak ojek yang kami naiki sangat baik, pasalnya kami boleh hanya menggunakan satu motor, hal ini menghemat pengeluaran kami.  Pak Ojek pun ramah sehingga beliau banyak bercerita tentang Pattaya termasuk legal city nya kepada kami.  Begitu sampai di terminal, Tiket kepulangan yang jam 20.00 sudah habis terjual, jadilah kami membeli tiket bus menuju Bangkok yang jam 21.00.

Tepat pukul 21.00 bis Pattaya-Bangkok yang kami naiki sudah jalan.  Dan sepanjang perjalanan kami manfaatkan untuk tidur.  Hampir 2,5 jam bus ini jalan dan sampailah kami di terminal Mo Chit.  Sesampai di terminal kami niat awalnya akan mencari tiket bis untuk ke siem reap besok harinya.  Namun kami terlalu capek dan malas tanya ke orang.  Alhasil setelah lama singgah di terminal ini kami gagal dapat tiket.  Malam sudah menunjukkan pukul 23.00 an.  Bis kota jurusan ke Khaosand road tinggal yang terakhir.  Jadilah kami naik Bis no 3 menuju ke Khaosand road untuk memastikan ketersediaan tiket ke salah satu agen travel yang ada di kawasan Rambutri road.  Kami masih berharap ada tiket disana karena 2 jam sebelum kami berangkat dari Pattaya kami sudah menghubungi si Israel by phone yang ketika kami menelpon penjelasan pihak agen masih ada tiket untuk ke Siem Reap.  Pukul 00.05 kami tiba di agen tiket tersebut dan ketika kami hendak memesan lagi ruupanya tiket direct bus yang ke Siem Reap fullbooked. Zooooonk !!! dan kami lemas,,,

Dini hari kami sudah dan kami bingung belum dapat tiket untuk besok pagi, akhirnya kami putuskan untuk mencari penginapan.  Kami harus memaksakan istirahat karena kalau tidak bisa-bisa kami sakit semua.  Kami dapat penginapan di Khaosan Rd seharga 500 baht, sudah AC.  Sebelum kami istirahat, kami sempatkan untuk mencari informasi apapun terkait transportasi keberangkatan kami besok.  Kami memiliki dua skenario, pertama, menunggu info dari agen travel pada jam 07.00 pagi, atau kedua bangun lebih pagi dan langsung pergi ke terminal Mo Chit dengan harapan ada seat untuk direct bus ke Siem reap.


The journey end ....



Rabu, 18 Mei 2016

MERAYAKAN KEMATIAN DI NEGERI ATAS AWAN


To na indanriki’ lino
To na pake sangattu’
 Kunbai lau’ ri puyo
Pa’ Tondokkan marendeng*)
* Kita ini hanyalah pinjaman dunia yang dipakai untuk sesaat. Sebab, di puyo-lah negeri kita yang kekal. Di sana pula akhir dari perjalanan hidup yang sesungguhnya. 


Hari masih pagi. Mata saya pun kawan seperjalanan saya Yucki belum sepenuhnya terjaga dari tidur diatas kendara yang tak sepenuhnya nyenyak.  Biasanya waktu seperti ini mungkin waktu terbaik untuk bermalasan di lembut kasur.  Namun pagi ini kami telah menginjakkan kaki di negeri subur bertaburan rumah panggung berukir indah dengan gunung-gunung batu terjal tertata rapi mengelilinginya.  Sementara boneka-boneka cantik diatas bukit batu tempat jasad disemayamkan dengan tajamnya mengikuti langkah kaki kami di pagi ini.  Sebuah lanskap yang tak henti menerbitkan decak kagum : Tana Toraja

Untuk tiba di dataran Tana Toraja, kami memulai perjalanan dengan kereta dari Jogja menuju Surabaya, meskipun ada penerbangan direct Yogyakarta-Makasar. Sesampai kami di bandara Sultan Hasanudin, kami harus lanjutkan perjalanan darat sejauh 325 km dengan waktu tempuh sekitar delapan jam.  Malam itu setiba di bandara kami sudah di jemput travel yang akan mengantar kami menuju pool Bus malam Primadona yang melayani rute Makasar-Toraja.  Dengan membayar Bus seharga 180 ribu dan dengan pelayanan yang bagus dari bus ini membuat kami merasa nyaman selama menghabiskan perjalanan 8 jam. Pada hari tertentu maskapai Sushi Air melayani penerbangan rute Makassar-Toraja, sayangnya jadwal penerbangan tidak setiap hari ada.  Hal ini menyulitkan kami yang hanya punya waktu sehari di Tana Toraja.  Kami sengaja merencakan sehari di Toraja karena keterbatasan waktu kami dalam liburan.

Kami pilih Rantepao di Toraja Utara sebagai titik awal kami mengeksplore dataran tinggi ini.  Di rantepao ini kita bisa mencari penginapan, rental motor maupun mobil, ataupun jika ingin satu paket bisa menggunakan paket dari travel.  Hanya saja untuk muslim harus selektif dalam memilih makanan.

Pagi itu masih sekitar pukul 06.10 Wita udara juga masih dingin, disela kami masih bingung mencari informasi kami dapat kabar bahwa hari itu akan diselenggarakan upacara adat rambu solo di lembang Rante Pangli.  Kabar upacara penguburan ini nampaknya sudah diketahui orang se antero tana toraja.  Bermodal peta manual yang kami peroleh dari pemilik rental motor, kami cari tempat upacara kematian ini akan digelar.  Meskipun udara dingin kami paksakan naik bukit karena tak ingin tertinggal menyaksikan upacara adat ini.  Kami banyak bertanya arah ke beberapa orang yang kami temui dan kami rasa orang tana toraja sangat ramah.  Sampailah kami di satu lembang, yak Rante pangli.  Kami tanyakan lagi kebenaran tempat ini ke Sang bene (istilah untuk menyebut perempuan di tana toraja) dan rupanya dia memiliki hubungan kekerabatan dengan tuan rumah penyelenggara upacar kematian.  Diakhir kalimat dia menawarkan diri menemani kami berkeliling seputar Rante pangli.  Kami mengunjungi situs makam pembunuh pendeta Van de Lostre, konon ini adalah misionaris pertama yang menyebarkan agama Protestan di dataran tinggi Tana Toraja yang dibunuh oleh orang Toraja sendiri.  Selain tempat tersebut kami datangi juga Bori Kalimbuang serta museum nek ngendong.

Rambu Solo : Tradisi yang tak lekang jaman
Secara harafiah Toraja berarti orang-orang yang berdiam di negeri atas.  Sedang secara antropologi sub ras melayu tua yang merupakan nenek moyang orang Toraja, konon merantau dengan perahu dan oleh nasib dilemparkan di Pulau Sulawesi.  Seiring perjalanan waktu mereka jauh ke dataran tinggi di pedalaman dan hidup di Tongkonan yang atapnya berbentuk seperti perahu (meskipun ada juga yang menyebut atap tongkonan lebih mirip seperti tanduk kerbau, hewan yang memiliki fungsi sosial dan ekonomis bagi masyrakat Toraja.  Ajaran nenek moyang Toraja di kenal dengan istilah aluk todolo,poin dari ajaran ini adalah pandangan terhadap kosmos, kesetiaan pada leluhur, dan menyembah Puang Matua (Tuhan).  Sekalipun saat ini mayoritas masyarakat Toraja beragama protestan, aluk todolo masih mendasari sendi kehidupan.  Salah satu upacara yang masih dipegang teguh adalah upacara penguburan (rambu solo). Dan pagi ini kami mendapat kesempatan bisa menyaksikan upacara ini.  
                            
Bersama Sang bene Since kami mendatangi tempat upacara rambu solo akan diadakan, pagi itu semua orang yang ada disana masih sibuk mempersiapkan upacara.  Area upacara dihias sedemikian rupa, serangkaian bunga ucapan bela sungkawa berjajar rapi di sepanjang jalan menuju area upacara, maklum saja mendiang ini sebagai sosok yang dihormati di daerah tana toraja khususnya Toraja Utara.  Tongkonan tempat mendiang “Pakkan Sallao, SH” disemayamkan terlihat mewah, Puluhan tedong (kerbau) sudah mulai berdatangan dengan langkah gontai, seperti sudah tahu bahwa hari inilah hidup mereka akan berakhir. Beginilah cara orang Tana Toraja merayakan kematian.  Kematian tak selamanya harus bermuram durja dan berurai air mata.  Ya, kematian harus dirayakan.

Detik-detik upacara akan dimulai, tamu undangan, kerabat, masyarakat maupun para wisatawan lokal maupun mancanegara sejak pagi sudah datang demi menyaksikan upacara sakral kematian Pakkan Sallao.  Sudah setahun jasad Pakkan Sallao dibiarkan berada di tongkonan yang letaknya di selatan rumah.  Bagi masyarakat tana toraja, jarak antara waktu kematian hingga penguburan bisa memakan waktu bertahun-tahun.  Namun sesuai ajaran aluk todolo, kematian baru benar-benar dianggap tiba bila upacara pemakaman sudah berlangsung. Selama upacara penguburan belum diselenggarakan oleh keluarga, maka selama itu pula orang yang meninggal masih diperlakukan bagai orang bernyawa.  

Dalam menyiapkan upacara ini keluarga rela menghabiskan miliaran rupiah demi sebuah perayaan kematian. Melihat upacara ini terbersit tanya dalam benak kami berapa miliar habis untuk rambu solo Pakkan Sallao.  Masyarakat tana toraja meyakini orang yang telah meninggal dunia akan menuju ke suatu tempat yang disebut Puyo (tempat berkumpulnya semua roh yang terletak di sebelah selatan tempat tinggal manusia).  Konon katanya mayat yang tidak diupacarakan sesuai ajaran, mereka tidak akan mencapai puyo sehingga jiwanya akan tersesat.  Namun nilai positif dari upacara penguburan ini adalah mempererat tali persaudaran antara keluarga, pasalnya seluruh keluarga yang berada di luar Tana Toraja menyempatkan pulang demi upacara ini.

Tedong : Dialah yang di belai untuk di bantai
Tedong (kerbau) selalu menghisasi setiap perayaan kematian di Tana Toraja, mereka percaya bahwa kerbau yang dipotong itu akan mengikuti arwah yang meninggal menuju ke Puyo.  Semakin banyak hewan yang dikorbankan,semakin mempermudah perjalanan arwah menuju ke Puyo. 


                                                                                            
                                                          Doc. Tedong balian

Dalam acara adat pemotongan kerbau (mantunu), jumlah kerbau baik dari sumbangan maupun dari pihak keluarga berjumlah 80 kerbau.  Disaksikan para tamu dan kerabat, satu per satu kerbau dibawa ke tengah arena upacara untuk diikat kakinya pada sebuah tonggak kayu dan serta merta ditebas lehernya.  Daging kerbau tersebut selanjutnya diberikan kepada masyarakat dan kerabat sebagai ucapan terimakasih dan permohonan maaf. Namun hal yang menarik sebelum ritual mantunu dimulai, terdapat upacara ma’badong, nyanyian penghormatan kepada jenazah yang dilakukan sambil melingkar bergandengan dan melompat-lompat kecil.  Hari itu kami bahagia bisa menyaksikan salah satu upacara sakral yang begitu mistis.

Ketika akhirnya malam tiba dan saatnya bagi kami meninggalkan negeri cantik yang diawasi boneka-boneka cantik (baca : tau-tau) di atas ketinggian, ada sesak yang tetiba menyapa.  Sesak yang teramat seperti saat saya menyaksikan satu per satu kerbau ditebas begitu sadis.  Sungguh berat kami meninggalkan negeri di atas awan ini, namun ada sebuah asa yang tertinggal disaksikan tau-tau di puncak gunung itu bahwa kali lain kami akan menyinggahinya kembali. (nars)


Rabu, 20 April 2016

Suddenly round third country : Thailand (part 1)



Medio Desember 2015, awal kegilaan kami di mulai.  Berawal dari pesan singkat seorang kawanku bernama Yucki melalui Blackberry Messenger, mempertanyakan kegalauan akan menghabiskan kemana akhir tahun ini.  Jujur, pesan ini standar banget, banyak juga disampaikan kawan yang lain. Tadinya jawaban saya pun flat saja, maklum sepertinya tidak mengagendakan kemanapun akhir tahun. 

BBM pun berlalu begitu saja, sampai pada suatu sore di hari Selasa tanggal 22 Desember 2015 sepulang kerja, hari selasa bagi saya ada sedikit hal yang tak biasa. Kenapa? karena saya selalu mengagendakan “selasa menonton”, dan parahnya sore itu saya memilih ingin memutar kembali film The Secret life of Walter Mitty yang di bintangi Ben Stiller. Saya tidak bicara bahwa film ini bagus namun bagi saya film petualangan Mitty  ini berhasil menghadirkan imajinasi visual yang mengesankan, apalagi pemandangan indah dalam film ini menghadirkan sensasi yang memikat.  

Saya tak hendak menceritakan detil film ini, namun satu hal yang membuat saya terhipnotis adalah pesannya yang kurang lebih seperti ini “Life is about courage and going into the unknown”, hmm rasanya kok jleb banget ya dan tiba-tiba saja teringat bbm kawan yang sejak kemarin sudah menjadi setan kompor.
Singkatnya pembicaraan via bbm pun berulang dan setelah kompromi kami putuskan “Ya, kami akan liburan”.  Terus kemana? Nah itu yang kita pikirkan lebih lanjut, tawaran dari kawan adalah Toraja, Toraja bagus tapi tiket pesawatnya juga bagus banget harganya. So, kami diskusikan lagi akan kemana kita jadinya.  Rada konyol juga waktu itu merencanakan hal yang bagi kami adalah hal yang besar, dengan limit waktu yang mepet, ditengah-tengah pekerjaan akhir tahun yang menunggu kita selesaikan dan  diperparah kami tinggal di beda pulau (hmm, koordinasi macam apa ini?). Namun justru inilah sensasinya, pada akhir BBM malam itu kami sepakat akan pergi ke Thailand pada awal tahun baru 2016 dan kami langsung berbagi peran, saya sendiri dapat jatah nyari tiket pesawat dan pengiapan, sedang Yucki nantinya akan mempersiapkan detil itinerary, menukar uang dan mempersiapkan barang-barang yang dibutuhkan.

Dinamika dalam kami mempersiapkan perjalanan ini sangat berkembang, awalnya kami hanya merencanakan pergi ke Thailand saja tiba-tiba dengan alasan tanggung kami menambahkan Kamboja dan Vietnam dalam itinerary kami dan mengakhiri perjalanan ini di Malaysia.
Alhasil, saya pun terpaksa begadang untuk hunting baik tiket pesawat maupun akomodasi selama kita berada di keempat negara tersebut.  Hmm, berburu tiket (murah tentunya) menjadi sisi lain yang asyik dalam mempersiapkan sebuah perjalanan, murah? Ya haruslah. Tag line kami sudah sangat jelas “kalo bisa murah,kenapa harus mahal” #lol.  Yup, dan sampai pada tanggal 30 Desember 2015 barulah komplit saya siapkan tiket dan akomodasi. Rada konyol juga sih mempersiapkan semuanya dalam rentang waktu 7 hari disaat kerjaan parah banget padatnya, untungnya perjalanan kami di dukung adanya promo-promo yang aduhai, lumayan mengurangi sekian persen anggaran.

Hari itu tanggal 31 Desember 2015, persiapan kami sudah bisa dibilang 100%, tinggal kami masing-masing jalan menuju ke meeting point.  Kami memutuskan Bandara Juanda, Surabaya sebagai meeting point kami. Jadilah kami bertemu disana, Yucki sehari sebelumnya sudah lebih dulu berangkat dari Jogja dengan kereta sehingga lebih dulu tiba di Surabaya, sementara saya mengagendakan berangkat 31 Desember 2015 malam dari Lombok dengan pesawat.  Malam itu yang kami ingat kami menghabiskan new year eve di Bandara Juanda Surabaya tepatnya di terminal 2.  Hehehe,,, tadinya kami mengagendakan malam tahun baruan di pusat kota Surabaya, namun karena alasan yang klasik, Pesawat saya delay so baru sampai Surabaya Jam 21.30 Wib.  Akhirnya Yucki mengalah dan memilih untuk langsung ke Bandara Juanda saja padahal sudah berada di pusat kota Surabaya.  Tapi sebenarnya alasan kami lebih cepat menuju ke bandara adalah karena kami harus mempersiapkan fisik kita mengingat besok pagi kami akan terbang ke Thailand.

The Begining 2016
Hari ini 1 Januari 2016, hari yang kami nantikan pun tiba.  Rasanya sangat excited, membayangkan perjalanan kami akan segera dimulai, membayangkan bagaimana kira-kira yang akan terjadi disana, membayangkan bagaimana kami akan survive di negara orang. Ah, sudahlah tak perlu dibayangkan.  Yang pasti kata Yucki “ setiap kita akan menemukan tempat baru, kita juga harus bersiap menemui masalah baru”, that’s it.... (tumben dalem yuk)

Pukul 05.00 Wib sehabis bangun dan shubuh an, hal pertama yang kami cari adalah kedai minuman hangat, jadilah kami mencari tempat minum yang parahnya di bandara baru kedai kopi yang secangkirnya 50 ribu an aja yang buka.  Tapi ya sudahlah toh Yucki yang bayarin. Saya order hot chocholate sementara Yucki entah apa yang dia minum.  Cukup lama kami bersantai di kedai kopi ini, kami sempatkan untuk browsing mencari segala informasi yang sekiranya kita butuhkan di Bangkok.  Maklum mumpung dapat wifi (ohya, kisah kami berburu wifi ini pada akhirnya nanti akan berlanjut sampai akhir perjalanan kami).

Setelah dirasa selesai kami meninggalkan kedai kopi dan bersiap akan melakukan check in, karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.30 Wib.  Proses check in kita lakukan secara mandiri via mesin check-in, ini lebih mudah karena kita tidak harus antri di depan loket check in tinggal kita ke imigrasi saja.  Boarding pas sudah ditangan kami langsung naik menuju waiting room.  Namun sebelumnya kami sempatkan sarapan dulu di depan waiting room. Pukul 08.30 an kami masuk ke ruang tunggu sampai pada waktunya pukul 11.35 Wib, pesawat yang akan membawa kami telah siap dan satu persatu penumpang memasuki pesawat. Yup, kami akan butuh waktu sekitar 4 jam an untuk sampai Thailand.  Sekitar pukul 15.30 an pesawat kami landing di Bandara Internasional Don mueang, Bangkok.  Hal pertama yang kami lakukan adalah ke Imigrasi bandara, dan yang pasti (mesti rada norak) kami sempatkan ambil gambar kami di Bandara ini, maklum kami tak akan ke sini lagi, kepulangan kami berbeda arah.  

Sore itu setelah urusan di Bandara selesai, sekitar pukul 17.20 an kami langsung mencari informasi bagaimana transportasi kita menuju ke kawasan Khaosan Road.  Ada beberapa alternatif untuk mencapai daerah khaosan, bisa naik taksi ataupun bus.  Berdasarkan informasi yang kami dapat ada Bus dari bandara Don Mueang menuju ke terminal Mo-chit, kita bisa menggunakan Bus No. A-1, AC dengan tarif 30 baht per orang.  Nah baru dari terminal Mo-chit ini kita bisa naik Bus kota No. 3 dengan tarif 6,5 baht menuju ke daerah Khaosan road.  Akhirnya kami naik Bus Ac ini, namun sekitar 25 menit dari bandara, kami diturunkan di salah satu bus stop, untuk estafet ganti bus kota no 3.  Agak kaget juga kami waktu itu karena tidak diturunkan di terminal Mo-chit, hanya saja kernet bus diawal sudah menjelaskan bahwa kita tidak harus ke terminal, lebih baik turun di bus stop karena lebih dekat menuju ke Khaosan road.  Di Bus stop ini kami menunggu Bus no 3 lewat, lumayan beberapa menit kami menunggu sampai-sampai kami kurang yakin apa benar Bus no 3 ini akan lewat, bertanya ke orang pun kami rada kesulitan karena tak jarang orang yang kami tanya kurang mengerti bahasa inggris (walopun kami pun juga parah bahasa inggrisnya).  

Berbekal kesabaran, akhirnya Bus no 3 yang ditunggu datang juga kami langsung naik, kami pilih seat paling belakang supaya bisa leluasa.  Lagi-lagi kernet bus nya perempuan, dan kami membayar 6,5 baht per orang dengan request minta diturunkan di Khaosan. Perjalanan sekitar 30 menitan kami sampai di bus stop khaosan dan tinggal berjalan sedikit sudah di khaosan road yang ternyata pada malam kami sampai terasa begitu ramai, maklum saja hari itu tahun baru kemeriahannya masih terasa sampai pada waktu kami datang.  

Tujuan kami adalah mencari alamat penginapan kami yang berdasar voucher yang kami dapat dari booking online kami menginap di Coop Dopa Hostel, Suan Sunandha Palace, Nakhon, Ratchasima Road, Dusit, Khaosan.  Memang dari awal kami putuskan untuk tidak menginap di pusat Khaosan jadi hostel ini rada sedikit jauh dari Khaosan.  Kami sempatkan santai sejenak di Khaosan, hanya sekedar ingin tahu khaosan yang bagi sebagian traveler belum ke Bangkok jika belum ke Khaosan rd.  Setelah kami rasa cukup dan memang kami sudah letih ingin segera sampai hostel maka kami menanyakan alamat hostel kami kepada salah satu pemilik toko yang ada di sekitar khaosan, Menurutnya hostel ini tidak terlalu jauh, hanya saja jika jalan kaki lumayan jauh.  Saran orang yang kami tanya lebih baik kita menggunakan tuk-tuk saja dengan ongkos sekitar 80 baht.  Atas saran orang tersebut jadilah kami mencari tuk-tuk yang mau kami bayar 80 baht untuk mengantar kami ke penginapan kami.  Bapak yang mengantar kami bernama Mr. Tom phol berperawakan tinggi besar sangar, pada awalnya kami sempat ragu pasalnya setelah berputar-putar kami diberhentikan di depan kompleks kantor, memang jalanan di sekitar tempat itu luas bahkan kanan kiri terdapat bangunan yang megah lengkap dengan penjaga berseragam.  Saat kami diberhentikan di depan komplek kantor kementrian interior, kami terang-terangan tidak mau turun karena kami tidak melihat papan nama hostel yang kami maksud.  Alhasil Mr. Tom Phol menyalakan lagi tuk-tuknya dan berjalan kembali, tak selang berapa menit Mr. Tom Phol berhenti dan menanyakan alamat kami kepada dua orang remaja yang saat itu sedang berdiri di samping jalan.  Saat kami serahkan alamat hostel kami dan salah satu dari remaja itu melihat dari aplikasi google map, rupanya benar adanya penginapan tersebut memang berada di lokasi tempat Mr. Tom Phol memberhentikan kami, Alhasil kami harus mutar balik untuk kembali ke lokasi awal. Yang kami tahu waktu itu Mr. Tom Phol ya rada sedikit dongkol gitu.  Ya maaf Mr, HP kami tidak bisa mengakses internet. Setelah kami berhenti, barulah Mr. Tom Phol menunjukkan papan nama hostel yang kami tuju, herannya hostel itu memang terletak satu komplek dengan kantor Kementerian Interior.  Saya jadi membayangkan wisma-wisma instansi pemerintah yang beberapa kali pernah saya singgahi dan berharap kamar hostel yang kami pesan sesuai harapan kami.  Ohya, waktu itu kami lebihkan 20 baht kepada Mr Tom Phol karena kabaikannya.  Tak lupa sebelum kami masuk, kami sempatkan untuk wefie bertiga dengan Mr. Thom Phol.

Begitu kami masuk receptionist dan diberikan kunci, kami segera naik ke atas kamar dengan harap-harap cemas takut kamarnya ginilah gitulah, namun setelah kami masuk ke kamar, rasa penasaran kami terjawab dan eng ing eng, kamar yang kami pesan Alhamdulillah sesuai dengan harapan kami.  Seinget saya harga sewa kamar disini untuk standard dengan special request twin bed seharga Rp. 228,000/malam.  Cukup worth it lah.  

Malam itu setelah kami beberes diri, kami sempatkan jalan keluar mencari makan.  Ohya kami mencoba beberapa makanan enak.  Ada banana pancake, Pome juice, dan makanan asing khas Bangkok lainnya.  Agak heran juga saat itu di jalan-jalan terpasang baliho besar-besar dan bertema “Bike for dad”,  Menurut informasi yang kami dapat kampanye “Bike for Dad” ini sebagai pengungkapan rasa simpati masyarakat Thailand terhadap raja Thailand Bumibol Adulyadej  yang pada 5 Desember 2015 yang lalu berulang tahun yang ke-88 tahun namun dalam kondisi sakit.  Hmm, malam ini sebelum tidur saya belajar hal baru, belajar bahwa ada hal-hal sederhana untuk berempati kepada sesama.  Sesederhana apapun kegiatannya, yang terpenting niatnya untuk kebaikan. For salute !!! selamat malam.

Hari Kedua Sabtu 2 Januari 2016
Selamat pagi Bangkok, selamat pagi Yucki, Mari kita taklukan Bangkok hari ini !!!
Tapi begitu bangun pagi, kami berasa heran ngelihat jalanan besar yang sepinya amit deh.  Kami jadi bingung kita yang kepagian atau orang Bangkok pada kesiangan.  Namun yang kami ingat memang hari itu sabtu (weekend), bisa jadi memang tidak banyak aktifitas dihari libur.  Tak ingin membuang waktu pagi itu kami bersiap diri lebih awal, sarapan di hostel seadanya dan langsung hunting ke lokasi wisata yang sudah masuk dalam itinerary kami.  Kami gunakan tuk-tuk untuk city tour kali ini, Kami hanya membayar sebesar 60 baht untuk sampai ke Grand Palace.  Sisanya kami berjalan kaki menuju ke Wat Phra Khew, Wat Pho dan Wat Arun. Area yang berdekatan ini memudahkan kita untuk mengunjungi semua tempat-tempat bersejarah ini sekaligus.  Bagi para pecinta sejarah dan mengagumi arsitektur, dan yang hobi selfie, ke semua tempat ini merupakan destinasi wajib kunjung saat berlibur ke Bangkok (catet!).  Kami habiskan waktu hampir seharian untuk berjalan-jalan ditempat ini.  

Baru pada sore harinya sekitar pukul tiga sore kami meninggalkan lokasi city tour dan naik Bis nomor 44 dari depan Grand Palace menuju ke Pasar Chatuchak, Oiya ongkos Bis ini sebesar 38 baht.  Sekedar informasi Pasar Chatuchak hanya buka pada saat weekend saja dan buka mulai pukul 08.00-19.00, sehingga cukup beruntung apabila kita berlibur ke Bangkok saat akhir pekan karena bisa mengunjungi pasar yang sangat lengkap ini, namun jangan lupa ya kalo kita membeli Oleh-oleh disini mesti ditawar biar dapat banyak. Pukul 18.00 an kami sudah meninggalkan Pasar Chatuchak menuju ke Siam center menggunakan kereta cepat seharga 20 baht.  Ketika sampai di Siam Center memang hanya tentang wisata shopping karena hampir disemua lokasi hanya Mal saja yang ada.  Namun di dalam mal Siam Center sendiri ada satu destinasi yakni Museum ke-10 Madame Tussauds di dunia yang buka setiap hari pukul 10,00-21.00, lokasinya berada di Siam Discovery Center, lantai 6.  Tiket masuk bisa dibeli secara online maupun on the spot, bagi kalian yang hendak pesan online bisa melalui website www.madametussauds.com/bangkok.  Petualangan kami di Siam center kami akhiri sekitar pukul sepuluh malam dan kembali ke penginapan kami menggunakan tuk-tuk seharga 180 baht karena lumayan jauh.  Malam itu kami puas karena itinerary untuk hari ini sukses, so Mission completed !!!

To be continue ,,, ketemu di tulisan saya “Roundthirdcountry” part 2 ya.  saya akan nulis tentang Pattaya. WOW.....