kelirkata_narnar@blogspot.com, Kenapa menulis tag line itu, ehm,,,karena itulah kata pertama yang saya temui saat beberapa waktu lalu berjalan (jalan) ke Malaysia-Singapura. Kata itu saya baca saat berada di cabin pesawat yang membawa kami terbang selama 3 jam dari Lombok menuju KL. Learn the Language like when to use “LAH” begitu pesan singkat tentang apa yang harus kamu lakukan saat berada di Malaysia. Rupanya pesan dalam tulisan itu benar saya temui baik di Malaysia maupun Singapura. Setiap orang selalu mengakhiri kalimat orbolan menggunakan kata “LAH”. Menjadi menarik buat saya untuk juga ikut-ikutan menggunakan kata LAH dalam setiap percakapan seperti No Sweat LAH/ Common LAH / Also Can LAH / Wait LAH/Sit Down LAH/ Relax LAH/ Tak pe LAH/ Boleh LAH/dll. Tak ada maksud apa-apa selain memang saya tidak cukup ide memberi judul tulisan ini.
Bagi saya gaya traveling tentu
sesuatu yang personal dan subyektif, ada yang ingin bersenang-senang, tapi saya
ingin belajar menikmati kesederhanaan, ingin berani mengambil risiko, dan saya yakinkan
diri bahwa sebuah perjalanan traveling akan lebih berharga dan berarti jika semua
orang yang kita temui dijalan kita jadikan sebagai guru kita. Entah nantinya akan berguna atau malah hanya
akan berakhir di tong sampah kertas kertas itu, namun bagi saya menulis
pengalaman itu cukup menarik. Traveling
bisa jadi barometer seberapa besar nyali, kemampuan bertahan, dan seberapa kuat
karakter kita sebenarnya. Menulis
catatan perjalanan ini membuat saya teringat akan sosok Profesor Haris Otto
Kamil Tanzil (baca : Hok Tanzil), seorang
keturunan Tionghoa yang lahir di Indonesia.
Sang Profesor bersama istri sudah berkeliling ke 240 negara dan selalu
menulis setiap perjalanan keliling dunianya itu dalam sebuah diary traveller
(Mari belajar menulis pengalaman perjalanan dari grandpa ini).
Mengawali menulis catatan perjalanan di
Sani Bus Station, yang berada di daerah Klang Meru, sambil bengong pasang
headset yang waktu itu saya memutar MP3 Telling Stories nya Tracy Chapman dari
Ponsel, //There is a Fiction in the space between // The lines of page of your
memories // write it down but it doesn’t mean // Your’re not just telling
stories // There is a Fiction in the space between you and me // There is a
Fiction in the space between you and reality //, entah kenapa suka sekali memutar
ulang lagu itu.
Sambil menunggu Bus yang
akan membawa kami melintas dua negara, yah,, kami hendak ke Singapura setelah sore
tadi pukul 18.30 kami tiba di Malaysia. Saya bersama kawan-kawan seperjalanan memutuskan
untuk langsung pergi ke tempat terjauh terlebih dahulu, dan sudah pasti
Singapura karena negara ini masuk dalam itinerary kami. Pukul 23.00 Bus yang akan membawa kami ke
Singapura sudah tiba dan kami pun bergegas masuk mencari tempat duduk kami,
sangat lelah jadi secepatnya ingin tidur dalam bus. Bus melaju sampai tidak tau
lagi saya melewati mana saja, yang saya tahu melewati Malaka hingga Johor Bahru
sampailah kita di perbatasan Malaysia dengan Singapura itu artinya kita harus
turun untuk menuju Kantor Imigrasi Bangunan Sultan Iskandar, Malaysia untuk
meminta cap paspor kita karena akan keluar menuju Singapura, salah satu catatan
apabila kita harus ke kantor Imigrasi ini usahakan bergerak cepat, karena Bus
yang kita tumpangi hanya memberikan toleransi waktu 30 menit untuk kita
mengurus paspor kita, belum lagi kondisi dalam loket antrian yang cukup panjang. Beruntung kali ini kami mulus dan sampai Bus
tepat waktu, sebenarnya tidak mulus juga karena saya sempat terlambat sebentar
gara-gara ke Toliet, haduh kena omelan Bas Captain dech. Saya Cuma bisa senyum simpul tanpa dosa saja,
kawan saya justru yang khawatir saya di tinggal. Akhirnya bus jalan lagi, tidak sampai 1 jam
tiba-tiba kami dikejutkan lagi oleh Bus Captain meminta semua penumpang keluar
karena harus ke Imigrasi (lagi), kali ini kami diminta membawa bag kami dan
memastikan tidak ada yang tertinggal. Di
Imigrasi masuk Singapura ini niatnya kami tidak ingin berlama-lama karenanya
kami berlari sekali pun dalam escalator menuju ke loket antrian. Saat sudah berada di depan petugas Imigrasi,
rupanya ada yang kami lewatkan, kami tidak tahu kalau harus mengisi semacam
Form untuk pengunjung, alhasil kami harus kembali ke belakang untuk mengambil
form dan mengisinya itu artinya kami harus mengulang antri kembali, saat itu
jam 04.00 pagi sudah sangat ramai, dan kami pun harus sabar mengantri dengan
pikiran was-was jangan-jangan Bus kami benar-benar sudah jalan. Tidak cukup mulus kali ini, karena sempat
kawan saya agak lama pemeriksaannya entah kenapa yang pasti ketika kita masuk
ke Singapura sekalipun kita masih bingung akan menginap dimana ataukah tidak menginap
sama sekali, kita tetap harus punya referensi tempat menginap. Setidaknya ini untuk jaga-jaga bila nanti
pihak petugas Imigrasi menanyakan kepada kita secara detil waktu berkunjung,
tujuan berkunjung dan dimana akan tinggal.
Untungnya kawan saya sudah mencatat referensi hotel itu dalam ponselnya
sehingga saat ditanyakan kami bisa menjelaskannya. Pada akhirnya paspor kawan saya berhasil di
cap walaupun dengan ini itu yang lumayan menyita waktu. Selesai kami cap kan paspor kami berlari
menuju parkir Bus yang tadinya kami naiki dan benar feeling kami, Bus sudah
tidak nampak. Tak perlu saya jelaskan lagi
kenapa. Kami terpaksa keluarkan uang
lagi untuk menaiki Bus lain, 5 Dollar Singapura untuk sampai ke Singapura,
padahal rupanya jaraknya tak cukup jauh hanya sekitar 45 menit, tapi ya mau
gimana lagi untung saja Bus ini cukup nyaman.
Pukul 05.25 pagi kami sudah sampai di Singapura dan diturunkan di Beach
Road. Masih cukup gelap,
hanya saja kami tak ingin berlama menunggu kami stop Taksi dan meminta untuk mengantar
kami ke Little India, supir ini meminta 7 Dollar, karena ketidaktahuan kami
lokasi yang akan kami datangi, maka kami nurut saja dan rupanya hanya berjarak
sangat dekat. Sampai di Little India
kami mampir ke Masjid Abdol Gafoor untuk beribadah. Di Little India ini dihuni oleh mayoritas
orang India, ya iyalah dari namanya saja sudah jelas. Sepintas berjalan melewati Little India ini
bangunan-bangunan yang ada cukup kuno, gak beda jauh dengan semacam Pecinan
gitu, belum ada satupun Toko atau rumah buka karena memang hari masih cukup
pagi. Selesai kami berjalan di Little
India, kami berniat ke Bugis Street, tempat kami akan membeli Kartu MRT guna
memudahkan transportasi kami, dengan membayar 12 Dollar Singapura, kita sudah
bisa membeli kartu dengan debit senilai 7 Dollar. Dengan menggunakan kartu itu kita bisa
mengakses kemanapun tempat yang dilalui jalur MRT, tak perlu bingung lagi atau
tertipu tukang taksi lagi. Yah walopun
kalau di kurs kan kita akan berfikir mahal sich, tapi sepadan kok dengan
kenyamanan saat kita mengakses transportasi massal itu, ber AC, ada penunjuk
jalur yang memudahkan kita. Namun
sebelum sampai ke Bugis Street kami sempatkan jalan-jalan dan mampir ke Pasar
pagi yang sepertinya Pasar China tapi cukup ramai maklum saja Imlek sudah
sangat dekat. Sesampai di Bugis Street
pun, belum ada toko yang buka, Bugis Street ini terkenal sebagai Pasar yang
harganya cukup terjangkau. Sesampai kami
di Stasiun MRT, tujuan kami adalah langsung City Tour dengan rute yang sudah kami
buat sebelumnya yakni, City Hall, Rafless Statue, Merlion Park, dan
Esplnade. Rute itu sangat berdekatan
sehingga kita begitu tiba di pemberhentian MRT kita langsung berjalan
berkeliling ke rute yang sudah kami tentukan tadi.
Kami sengaja mempercepat karena memang kami
hanya mengagendakan 1 hari saja di Singapura tanpa menginap, karena kami
memiliki tujuan yang lebih jauh lagi yakni ke Penang, Malaysia Utara. Puas kami berkeliling, kami putuskan untuk
naik MRT kembali menuju ke Orchard Road, mendengar Orchard Road tentunya yang
terlintas adalah surganya para Sophaholic, bagaimana tidak sepanjang jalan
isinya Mal semua dengan gerai-gerai Branded ternama seperti Louis Vitton,
Prada, Bvlgari, dll. Setibanya di Orcard
Road kami langsung menuju ke Lucky Plaza karena kami sudah sangat lapar, dan di
Lucky Plaza ini ada food court khusus Asian Food. Yah kalau hanya sekedar nyari
nasi Padang, bakso atau Gado-Gado ada lah, namun jangan kaget juga jika saja
harga Gado-Gado menjadi 6 Dollar yang itu artinya sekitar yah hampir 60 ribu
lah, sedangkan untuk air mineral bisa kita beli seharga 2 Dollar. Puas kami makan dan bersantai akhirnya kami
berkeliling Mal dan hari sudah semakin siang, kami sangat lelah akhirnya
duduk-duduk sambil menikmati Yogurt yang saat itu kenapa rasanya jadi enak
banget ya. Puas kami di Orchard Road,
kami menaiki MRT kembali dan kali ini berniat ke Marina Bay Sands, untuk
kemudian meneruskan perjalanan menuju ke Woodlands dan melanjutkan perjalanan
ke Terminal Larkin untuk berganti Bus dengan tujuan Kuala Lumpur. Saat itu kami sampai di terminal Larkin sudah
pukul 16.05 sore dan kami sempatkan makan dan minum Milo (melulu!).
doc. Standing in front of Rafless Statue
Pukul 05.24 (terlambat 1 jam) waktu
Malaysia tibalah kami di bas station (baca:terminal) Sungai Nibong, Penang. Perjalanan ini kami
tempuh sekitar 10 Jam dari terminal Larkin, Johor Bahru. Keterlambatan ini bermula dari Bus Star
Express yang akan kami naiki dengan
membayar 38 RM terkena pemeriksaan oleh petugas SPAD, petugas SPAD yang melakukan sidak terhadap
semua calon penumpang dan terdapatlah 1 penumpang yang membeli tiket dengan
tujuan Johor Bahru – Taiping seharag 156 RM, menurut petugas SPAD tarif ini
terlalu mahal untuk tujuan tersebut, alhasil dipanggillah petugas agen tiket,
yah seperti halnya calo mereka tidak mau mengakui kalau mereka menjual tiket
sangat mahal, argumentasi mereka si empunya tiket membeli tiket PP, padahal setelah
petugas SPAD mengkonfirmasi kepada penumpang dia tidak merasa membeli tiket PP,
hanya sekali jalan saja. Tidak berhenti
memanggil petugas tiket counter, si pemilik agen pun turut lah dipanggil,
sepanjang saya lihat bos ini cukup sangar memang rupanya, hitam tinggi ala ala
India, dengan nada keras justru si pemilik tiket justru meminta si calon
penumpang itu turun dan akan mengembalikan uang tiketnya, dengan sedikit
ancaman kalau lah tidak turun maka Bis pun tak akan laju. Saya yang kebetulan berada berseberangan
dengan si pemilik tiket itu melihat sendiri rupa-rupa ketakutan dan hanya
bengong dengan jawaban singkat tidak mau turun dan tetap akan ikut Bas ini,
sepintas anak ini masih muda dan saya juga kurang paham letak kota Taiping itu
dimana yang jelas rupa anak ini sepertinya Tionghoa. Saya agak kasihan juga dengan intimidasi dari
si pemilik agen tiket ini kepadanya, untung saja petugas SPAD yang ada balik
memarahi si pemilik agen tiket dan memaksa dia untuk mengembalikan separuh
harga tiket yang sudah terbayar.
Beruntung masalah ini tidak berlarut dan selesai, karena jika tidak kami
penumpang lain lah yang sedikit rugi karena itu artinya kami akan
terlambat. Sekitar Pukul 19.25 Bis mulai
laju dan sudah benar-benar meninggalkan Johor Bahru. Johor bahru ini merupakan Daerah di Malaysia
yang berbatasan dengan Negara Singapura, jadi bisa di bilang lebih dekat ke
Singapura daripada ke Kuala Lumpur.
Tidak banyak yang saya tahu tentang daerah ini karena memang kami hanya
melewatinya saja, namun yang pasti ku tahu letak Legoland dan Hello Kitty House
ada di daerah ini, keduanya menjadi destinasi baru di Malaysia yang kelak
katanya akan menyaingi Universal Studio, Singapura. Sengaja kami tidak masukkan dalam list itenerary
kami karena perjalanan kali ini kami ingin mengunjungi bangunan-bangunan
bersejarah, namun saya simpan list ini untuk kali lain saja.
Dalam perjalanan ini praktis kami
manfaatkan untuk tidur, menjelang pukul dua belas malam samar-samar terdengar
orang berteriak lah sampai lah “KL sentral station”, saya terbangun dan yah
ternyata benar kita sudah sampai di Kuala Lumpur dan langsung teringat kawan
Backpacker kami Riri dan Ammah dari Padang yang harus turun di tempat ini, kami
berpisah setelah sebelumnya kami sama-sama menapaki Negara Singapura karena
mereka tidak cukup waktu jika harus mengikuti kami ke Penang.
Bis berjalan kembali menuju terminal
Puduraya, masih di Kuala Lumpur. Lumayan lama Bus berhenti, saya pun bukan
kepalang kedinginannya maklum saja tidak cukup terbiasa dengan mesin pendingin
ruangan, sampai sekitar setengah jam rupanya kami diminta untuk menuju Bus lain
. Kami membayar senilai 39 RM untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Penang. Disini
transfer penumpang itu hal yang biasa juga ternyata hanya saja antar Bus sudah
memastikan betul ketersediaan tempat duduk sehingga penumpang yang akan
memasuki Bus pengganti pun sudah pasti kebagian tempat duduk Hmmm,, cukup berbeda
yah dengan di Negara kita, oper penumpang istilah yang lebih sering kita
dengar, terkesan menjadi momok bagi penumpang maklum saja terkadang Bis
pengganti tidak memiliki kapasitas untuk menampung sehingga penumpang terpaksa berdiri,
syukur-syukur sampai setengah perjalanan ada penumpang turun bisa lah kita
duduk, nah parahnya kalau ternyata tidak ada yang turun, mati lah kita berdiri
sampai tempat tujuan. Akh, membicarakan
transportasi umum ini saya yakin semua orang pernah mengalami lah bagaimana tidak
nyamannya transportasi di negara kita, bisa panjang nih kalau saya ceritakan,
maklum saja semasa kuliah dulu saya cukup sering memakai transportasi umum
antar kota dan begitulah kira-kira pengalaman saya (sedikit curhat
jadinya). Pukul 00. 45 Bis baru yang
kami naiki melaju cepat menuju ke Penang dan lagii kami tidur pulas sampai tiba
di Terminal Sungai Nibong, Penang. Kawan
saya berusaha mengontak kenalannya yang bekerja di Penang, dan benar saja kami
disuruh menunggu untuk di jemput. Ada sekitar 30 menit, mobil kawan yang
menjemput kami sudah datang dan langsung membawa kami ke flat dengan terlebih
dahulu mampir membeli sarapan, lokasi flat setinggi 18 lantai ini banyak di sewa dan ditempati oleh para
pekerja maupun rumah tangga, saya lupa menanyakan berapa biaya sewa setiap
bulan ataupun tahunnya, yang pasti di flat ini pun cukup ketat karena di pintu
masuk bawah ada penjaga, menggunakan lift kami menuju ke lantai 11 tempat kawan
saya. Kalau saya tidak salah flat ini berlokasi di daerah Bukit Jambul, Penang.
Ada banyak sekali bangunan-bangunan menjulang serupa dilokasi ini, kawan saya
bilang memang di kawasan ini merupakan kawasan pekerja jadi jangan heran kalo
pagi ini pun kami sarapan lontong sayur, karena memang banyak juga orang Indon
(baca: Indonesia) yang menempati flat-flat di sekitar ini. Sesampai di kamar kawan kami langsung
beraktivitas mandi, sarapan sebentar ngobrol walopun kami sudah cukup di buat
jetlag selama 12 Jam menempuh ratusan Kilometer dari Singapura, tak ada niat
kami untuk beristirahat karena kami memang harus melanjutkan perjalanan menuju
ke destinasi yang kami rancang dan tepat pukul 09.10 kami sudah berada di mobil
yang akan mengantar kami menuju ke Bukit Bendera (Penang Hill).
Penang Hill, 1923
Tidak sampai 35 menit kami sudah tiba
di area Bukit Bendera, masih dibilang pagi lah saya rasa, kabut juga masih
cukup tebal. Namun untuk menghemat waktu
kami langsung menuju counter tiket train, yang akan mengantar kami naik menuju
ke bukit bendera. Awalnya kami pikir
kami bisa mendapatkan tiket dengan harga seperti wisatawan domestik yakni 8 RM,
namun rupanya kami harus bisa menunjukkan IC sebagai warga Malaysia, namun
berhubung kami tidak bisa terpaksalah kami menunjukkan Paspor kami dan benar
saja harganya menjadi 30 RM untuk wisatawan asing. Sebenarnya sih bukan hal baru perlakuan tarif
seperti ini, pengalaman saya waktu mengantar kawan dari Korea Selatan
mengunjungi Candi Borobudur tahun 2007 lalu, memaksa kami menggunakan trik
untuk mengecoh petugas tiket, yah kami me make over kawan kami dari Korsel itu
dengan Jilbab, praktis aman dia membayar seharga tiket lokal, mengingat hal itu
agak konyol juga sebenarnya, namun saat itu saya hanya berniat baik saja, tapi
kok ya bohong juga padahal kan kalau si teman itu membayar seharga tiket
wisatawan asing toh uangnya juga buat pengembangan wisata negara kita juga kan
(akh, rupanya nasionalismeku masih semu, hehe).
Akhirnya tiket train sudah kami dapatkan, kami bersiap menuju ke pintu
masuk kereta, dan sembari menunggu train datang kami bisa dengan leluasa
memperhatikan jalur rel kereta menanjak ke puncak bukit, dan Ohmaigosh, jalurnya
cukup panjang ada sekitaran 3 Km mungkin, dan yang parah tingkat kemiringan
relnya ini ngeri banget. Tapi yah, ini
tentunya akan menjadi pengalaman pertama saya, setelah sebelumnya tiap dengar
kata “Bukit” ya bayangan kami adalah hiking untuk menapakinya sampai puncak,
tapi ini oh sungguh mudahnya menuju puncak, praktis dan hemat tenaga, patutlah
kita berterimakasih pada Inggris yang sudah membangunnya di tahun 1923, dan
masih bisa kita nikmati detik ini tentunya saya yakin perkembangan jaman ke
jaman kereta ini berbeda dan mengalami pembaruan. And then, The Journey begin
Train mulai melaju naik, sudah dag dig dug saja kami dibuatnya, tak lupa saya
abadikan rekam jalur rel yang ada di depan kami, karena kebetulan kami
mendapatkan gerbong terdepan jadi leluasa berdiri memvideokan jalur rel kereta
yang cukup sangar itu, di atas harus pula memasuki lorong gelap, wuiih,,, lumayan
10 menit yang mendebarkan sampailah kita di pemberhentian Train. Semua penumpang turun dan melanjutkan
berjalan kaki di sekeliling bukit ini, disediakan teropong bidik untuk bisa
melihat lanskap Kota Penang dari ketinggian, hanya dengan memasukkan uang 1RM,
namun keberuntungan sedang tak berpihak pasalnya masih kabut percuma saja kita
membidik kota. Kami kembali berjalan
menuju ke atas, terdapat The Owl Museum dan mengambil beberapa gambar
peninggalan yang ada. Kami masih
penasaran menuju ke bukit lebih atas, hanya saja kaki lumayan lelah kalo harus
berjalan lagi (padahal biasanya memanjat ke Gunung aja gak pernah ngeluh nar?),
akhirnya kami putuskan menyewa Hill Buggy Service, untuk berkeliling bukit dan
melihat peninggalan yang ada dengan membayar 30 RM, hal yang menarik dari bukit
ini terdapat villa-villa milik pribadi yang berada di lokasi wisata, rumah
tinggalpun juga ada baik orang China maupun India juga menempati rumah-rumah
yanga ada, rupanya dulu tempat ini diperjualbelikan, Southview merupakan rumah
peranginan kakitangan majelis perbandaran pulau Pinang, ada juga Monkey cup
sebenarnya kami ingin lebih menaiki bukit ini namun kata sopir Buggy Servicenya
katanya tidak dibolehkan karena di atas ada kamp tentara dari Angakatan Udara
yang sedang memantau radar, terpaksa kami sudahi petualangan dan kembali
turun. Sesampai di bawah kami
melihat-lihat Kuil Hindu dan melihat toko yang menjual jasa menggambar dengan
inai, khas Arab, India gitu. Awalnya pengen mengabadikan moment traveling ini
dengan menggambar Tato Inai di tangan bertemakan Barcode jadi cuman semacam
garis-garis dan mencantumkan tanggal kadaluwarsa jalan-jalan ini, tapi saya
urungkan berhubung harganya tidak wajar
30 RM. Pukul 12.30 kami putuskan untuk
meninggalkan Penang Hill karena harus melanjutkan perjalanan ke Kek Lok Si
Temple.
Kek Lok Si Temple,
Perjalanan menuju Kek Lok Si Temple, jika
di tempuh dari Bukit bendera hanya sekitar 20 menit, kami menggunakan Bus
dengan membayar 2 RM. Pengemudi Bus di Penang ini disebut “Bas Kapten” (Tuh
buat yang ngakunya Prajurit, jangan sok lah di Penang aja Sopir Bus jabatannya
Kapten Lhoh). Dalam perjalanan ini saya
banyak melihat pasar rakyat yang bisa dibilang mayoritas China, sangat ramai
pasar siang itu apalagi jelang Imlek dan bagi saya selalu menarik menikmati
hiruk pikuknya. Sekitar Pukul 12.50
agaknya kami kelewatan jalan menuju ke Kek Lok Si Temple, alhasil kami harus
kembali berjalan kaki menuju pintu masuk temple yang berada di dalam lumayan
juga ternyata. Kami langsung
berjalan-jalan melihat sekeliling kuil, lumayan juga menanjaknya sampailah saya
di pintu masuk Pagoda, harus membayar 2 RM untuk bisa mengakses Pagoda, saran
saya masuk saja kalaupun kita tidak sreg karena bertentangan dengan keyakinan
kita, tapi percayalah ini peninggalan sejarah yang tidak ada hubungannya dengan
keyakinan sama sekali. Apalagi kuil ini pun juga semarak menyambut Tahun baru
Imlek, jadi sangat meriah sekali suasana kuilnya. Saya jadi merasa beruntung
berkunjung di saat menjelang tahun baru Imlek.
Puas kami di Kek Lok Si Temple, kami bergegas untuk keluar untuk
melanjutkan petualangan saya, kali ini kami mau menjelalah Goerge Town.
Jalan jalan tidak ada hubungannya dengan tidak cinta tanah air
Berburu Mural dan Unique Wrought-Iron
Caricatures di George Town
Berdasarkan info George Town telah
ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu situs warisan dunia dengan kotanya
yang memiliki nilai budaya terkemuka pada 7 Juli 2008. Penghargaan ini menunjukkan bahwa Penang
memiliki bangunan yang unik dan bersejarah, juga warisan budaya yang multi
etnik dan kota kolonial yang sudah cukup tua.
George Town memiliki destinasi unik
yakni Street art telah menjadi bagian dari destinasi wisata yang dikemas secara
apik, selain juga di seputaran George Town ini kita akan menemukan Karikatur
unik yang terbuat dari baja besi dengan tema tulisan dengan gaya anekdot yang
menggambarkan tentang jalan dimana karikatur itu di pasang. Saya cukup penasaran karnanya Penang lebih
khususnya George Town kami tulis dalam to do list jalan-jalan kami. Namun untuk menemukan lokasi ini saya cukup
dibuat bingung, karena bayangkan saja ada sekitar 18 titik mural dan 52
Karikatur Besi baja tersebar di jalan-jalan seputaran George Town. Namun saya dan
kawan coba yakinkan diri dan kuatkan kaki untuk benar-benar jalan berburu,
Awalnya kami cukup klesulitan menemukan, namun ketika kami sampai di Lebuh
Armenian (baca:jalan Armenian) satu persatu gambar mural mulai ketemu, dan
benar saja di seputaran lebuh Armenian, lebuh Chulla, lebuh Ah Quee, Lebuh
Cannon. Sedangkan Karikatur yang
berjumlah sekitar 52 an itupun juga tersebar di seputaran jalan di Kota George
Town (maaf kalo saya sebutkan jalannya terlalu banyak) Intinya dibutuhkan kaki yang kuat untuk keep
walking berburu mural dan karikatur di George Town ini, tapi percayalah setelah
kamu menemukannya satu persatu kamu akan merasa telah menemukan sesuatu yang
sangat berharga. Ada Mural tema Kids on
Bicycle, Old Motorcycle, Boy on Chair, Skippy, Bruce Lee, magic dan banyak lagi
That’s it !!!
Doc. Little Children on a Bicycle
Doc. Bruce Lee
Hari beranjak sore dan waktu memaksa
saya dan kawan mengakhiri petualangan di George Town, Penang karena malam ini
tepatnya pukul 00.00 kami harus kembali lagi menempuh perjalanan panjang ke
Kuala Lumpur. Malam di George Town kami
nikmati di Queensbay sambil menunggu jadwal keberangkatan Bus kami, di area
Queensbay kami sempatkan makan malam di Queensbay Mal dan setelahnya kami menikmati
indahnya jembatan Penang (Penang Bridge) dengan lampu lampunya, jembatan ini
menghubungkan George Town dan Kota Buttersworth. Jika saja kami tinggal lebih lama pasti kami
akan menyeberang ke Buttersworth, karena berdasar info yang kami dapat lama
penyeberangan hanya 15 menit menggunaan Feri, Tarifnya pun hanya membayar
sekali saja artinya pergi bayar pulang gratis.
Di Buttersworth sendiri juga banyak destinasi wisata selain kadang
wisatawan menyempatan makan sambil menikmati pemandangan yang super
aduhai. Sayang destinasi ini harus kami
lewatkan, sebagai gantinya kami hanya menikmati kerlap kerlip lampu kota
Buttersworth dari Queensbay. Malam
semakin beranjak menuju ke pukul 00.00 itu artinya kami harus bersiap menuju ke
terminal Sungai Nibong. Sesampai di
terminal masih pukul 23.25 kami pergunakan untuk memastikan tiket yang sudah
kami beli seharga 38 RM dan menunggu kedatangan Bus yang akan membawa kami ke
Kuala Lumpur tepatnya ke Puduraya Station.
Pukul 00.25 Bus benar-benar meninggalkan Penang, perjalanan selama 5 jam
pun kami gunakan untuk istirahat. Pukul
05.35 Kami telah sampai di Puduraya, artinya kami sudah di Kuala Lumpur
lagi. Masih sangat gelap namun geliat
aktivitas warganya sudah mulai ramai, kami manfaatkan waktu sebentar untuk
istirahat dan tentunya cuci muka. Pagi
ini kami akan langsung memanfaatkan wkatu setengah hari untuk agenda City Tour
dan kami sepakat mengawalinya dari mengunjungi Menara Petronas (Twin
Tower), dari Puduraya Station ini kita
bisa langsung menggunakan MRT, LRT maupun Bas.
Saran saya jika ingin tinggal dalam waktu lama mending membeli kartu
Rapid seharga 12 RM dengan isi sebanyak 10 RM, dengan memiliki kartu itu kita
bisa menggunakan transportasi umum MRT, LRT maupun Bas, namun jika hanya
sebentar saja kita bisa langsung membeli tiket sekali jalan saja dengan cara
yang sangat mudah. Namun kami putuskan
untuk membeli dengan alasan tidak setiap saat kami punya cadangan koin untuk
bisa membeli token ke mesin-mesin tiket.
Yah walopun tidak cukup banyak kami pakai, setidaknya bisa kita bawa
pulang dan jadi kenang-kenangan (hehe).
Kenapa tidak banyak terpakai, karena untuk mengakses destinasi di
seputar Kota Kuala Lumpur kita bisa memanfaatkan Free Bas khusus wisatawan
untuk agenda City Tour. Jalur Bas City
Tour ini ada dua yakni Green line dan juga Purple Line dengan rute yang sudah
ditentukan, tapi tidak perlu khawatir karena kita pun bisa berganti jalur dari
Bas Hijau ke Bas Ungu, karena ada titik temu pemberhentian dimana kita bisa
bertukar rute (ehm, cukup membantu lah).
Selain itu ada juga KL Hop On Hop Off City Tour, Bentuk Bas ini
bertingkat dua dengan bagian atas berupa dek terbuka. Hanya saja jika kita menggunakan Bas ini
berbayar sebesar 120 RM, kelebihan dari Bas ini adalah selain fasilitas City
Tour juga wisatawan akan diajak menikmati suguhan atraksi di sekitar Kuala
Lumpur City Gallery, Federal Territory Mosque, Batu Caves, menikmati rasa sate
Malasysia, melihat pemandangan di Ulu Hangat dan Shopping di China Town. Rute kami kali ini adalah Twin Tower, Matic,
KL Tower, Petaling Street, Central Market dan Art Market. Di KL Tower pun kita cukup dimudahkan
pasalnya ada shuttle gratis yang mengantarkan kami menuju pintu masuk
menara. Setiba di KL Tower biasanya ada
pemandu yang menawarkan kepada kita apakah kita mau menaiki KL Tower atau
tidak, saya putuskan untuk tidak menaikinya karena tariff tiketnya lumayan
mahal 80 RM, jadilah kami hanya keliling saja, di KL Tower ini pun terdapat
lokasi-lokasi yang bisa di kunjungi seperti Cultural Village dimana terdapat
beberapa rumah adat Negara Malaysia, KL Tower Animal Zone, dan lainnya. Puas kami berjalan-jalan di KL Tower, kami
pun turun tentunya dengan Shuttle gratis seperti pada saat kami naik. Selama berada di Shutlle ini kami bertemu
dengan beberapa wisatawan, dari Boston, USA dan Korea Selatan. Kami sempatkan untuk ngobrol dengan mereka,
dan alhasil kami pun sepakat bergabung untuk meneruskan City Tour bersama
menggunakan Free Bas. Begitulah kalau sesama
orang yang sedang berada di Negara orang, saya rasa secara tidak menyengaja
kami membentuk sebuah Crowd yang didasarkan atas kepentingan yang sama namun
setelah tujuan selesai ya crowd ini pun bubar dengan sendirinya tanpa ikatan
apapun.
Siang berlalu kami pun sudahi City
Tour ini dan melakukan perjalanan menuju tempat inap kami, kami menginap di
rumah sodara kawan saya, lumayanlah mengurangi budget untuk menyewa
penginapan. Pukul 14.50 pun kami telah
sampai di Klang, daerah tempat sodara kawan saya itu tinggal. Saya ceritakan sedikit mengenai daerah Klang
ini, saya rasa daerah ini ditempati oleh mayoritas orang Indonesia, walopun tak
pasti juga sih anggapan saya ini namun secara fakta saya banyak sekali berjumpa
dengan orang Indonesia, maklum saja daerah ini dekat dengan Pelabuhan dan
terdapat banyak sekali Pabrik yang tentunya banyak mempekerjakan tenaga kerja
dari Indonesia. Sore ini kami manfaatkan
waktu untuk istirahat setelah tiga malam sebelumnya praktis tempat tidur kami
adalah kursi Bus. Sedangkan malamnya saya
sangat antusias saat diajak untuk berjalan-jalan ke Pasar Malam, Pasar malam
selalu memiliki keunikan tersendiri buat saya, selain barang maupun jajanan dari
berbagai etnis, tentunya proses tawar menawarnya pun jadi berbeda bahasa juga.
Cukup menarik untuk menghabiskan malam sebelum kami beristirahat menyiapkan
tenaga untuk berkunjung ke Genting Highlands esok pagi.
Doc. Twin Tower
Genting Highlands : Feel like in
Macau
Pagi benar kami sudah bangun pagi dan
segera bersiap untuk perjalanan ke Genting Highlands, akan memakan waktu
sekitar 2,5 jam untuk bisa mencapai Genting Highlands tentunya kondisional juga
tergantung transportasi yang nantinya akan kami gunakan. Tepat pukul 09.05 kami berangkat menuju Puduraya
Station untuk mencari Bus yang akan membawa kami menuju ke Genting
highlands. Kami pun setibanya di
Puduraya langsung menuju ke Loket khusus untuk membeli tiket ke Genting
highlands, dengan membayar 20.60 RM kita sudah mendapatkan tiket Bus pulang
pergi berikut tiket menaiki Cable Car.
Saat kita ditanya akan membeli tiket PP maka waktu kepulangan harus kita
pertimbangkan, pasalnya karena ketidaktahuan medan kami salah memanaj waktu.
Kami putuskan untuk memilih jadwal kepulangan pukul 16.00, namun rupanya pukul
14.20 kami sudah selesai berkeliling.
Lama perjalanan dari Puduraya sekitar 1 jam, dan setibanya di Genting
highlands kita langsung dapat menaiki Cable Car tanpa harus banyak mengantri,
perjalanan menuju ke puncak ini berjarak sekitar 3,5 Km an dengan pemandangan
pepohonan yang indah serta udara yang sangat sejuk, mungkin seperti di Puncak
Bogor. Hanya saja menaiki Cable Car ini
menjadi pengalaman pertama karenanya agak takut di awal perjalanan, yang saya
bayangkan ketika menaiki ini adalah akan mengalami kejadian-kejadian seperti di
film-film Final Destination, entah Relnya lepas, Kabelnya putus atau tiba-tiba
berhenti pas di tengah-tengah, Huffft,,,,agak ngaco juga pikiran saya, tapi
percaya saja pada alat dan takdir tentunya, hehehe. Setelah kurang lebih sekitar 15 menit kami
berada di Cable Car, kami sampai di puncak dan langsung dihubungkan dengan sebuah
Resort yang super duper mewah, itulah Resort World. Ada Mal, ada Wahana Permaiann First World dan
yang paling seru ada Casinonya, Casino De Genting. Ehm, Pengalaman seru adalah saat saya memaksa
kawan saya yang yah saya sebenarnya hormati dia karena berkostum Islami namun
rupanya dia pun juga tertantang untuk sekedar masuk melihat permainan dan
tentunya orang-orang yang mencari keberuntungan di dalamnya. Setelah sedikit memaksa akhirnya kawan mau ikut
masuk, tapi rupanya tidak cukup mulus rencana kami untuk bisa leluasa memasuki
Casino De Genting ini, pasalnya waktu melewati pintu masuk kami dihadang oleh
Security, Cewek sich tapi garang juga rupanya, Manis ala-ala India gitu. Kami
dicek ini itu dan diminta untuk menitipkan tas berikut isinya di dalam sebuah
loker khusus, yang saya ingat kata-katanya adalah No Camera, No Bag, dll. Kami patuhi saja permintaan security itu
karena pada dasarnya kami tidak ingin aneh-aneh hanya ingin melihat saja. Akhirnya lolos juga kami bisa masuk ke Casino,
wah kaget dibuatnya karena lokasi Casino ini cukup apik, rapi dan sangat rame
tiap orang asik bermain dan mencari peruntungan. Didalamnya pun sudah disediakan mesin-mesin
ATM. Mayoritas yang kami lihat bermain di
Casino ini adalah Keturunan Tiong Hoa, dan mereka sangat mahir sekali
bermain. Kami lihat betul bagaimana
mereka main, penuh stratgei dan perhitungan matang, banyak dari mereka
menang. Namun konon katanya banyak juga
orang-orang yang frustasi karena kalah telak dan malu untuk kembali pulang
akhirnya Suicide di Genting. Wah
merinding juga dengernya, apalagi seorang kawan kami yang tinggal di Malaysia
pernah bergurau kalau Genting menjadi pusat Jin nya Malaysia. Ehm, pantas saja
kami tadi sempat tertarik untuk juga ikut-ikutan mencoba peruntungan, hehe
namun karena kami tidak ada uang yah,,, selesai lah dan gak jadi kesambet jin
Genting. Berada di Casino de Genting ini jadi membayangkan Macau ataupun Vegas,
pasti disana lebih WOW lagi ya.
Pukul 13.30 kami sudah turun kembali
menggunakan Cable Car, setibanya di bawah kami sempatkan membeli oleh-oleh dan
berkeliling sambil menunggu jadwal keberangkatan kami yang masih cukup lama
sekitar pukul 16.00. Namun kami
sempatkan juga menanyakan ke tiket Counter apakah memungkinkan kami majukan
jadwal, dan penjelasannya dibolehkan masuk ke Bus jika memungkinkan ada kursi
kosong. Akhirnya kami menunggu di Bus
Station dan berharap akan bisa pulang menggunakan Bus lebih awal, hanya saja
selalu penuh. Lumayan membosankan juga
menunggu waktu kepulangan sekitar 1 jam lebih akhirnya saya berjalan-jalan yang
tentunya melihat kanan-kiri mana tau ada obyek yang menarik untuk diabadikan
(hahaha, selfie syndromne), tapi ya ga sia-sia karena nemu juga food truck
merah yang bertingkat, dengan nama Café London, bagus juga rupanya. Lapar melanda dan saya pun mencari café beneran
sambil menunggu Bus datang, bener sih ke rumah makan tapi saya cukup sanggup
beli Noodle Cup, itu saja sudah mahal bo! Maklum destinasi ini berada di ketinggian
jadinya makanan serba mahal, tapi lumayan lah bisa menghangatkan badan segelas
mie ini. Akhirnya pukul 15.30 Bus kami
datang dan kami pun bergegas masuk untuk pulang menuju ke Kuala Lumpur. Setibanya kami di Kuala Lumpur kami sempatkan
mampir lagi ke Petaling Street untuk mencari cinderamata, dan setelahnya baru
kembali ke Klang. Malam nanti kami masih
menyisakan satu destinasi wajib kunjung sebelum besok pagi pukul 04.00 kami
kembali ke Indonesia. Ya destnasi ini
adalah I-City, ataupun sering di kenal Forest City, yang berada di Syah Alam,
jika ditempuh dari Klang tidak terlalu jauh, namun jika ditempuh dari Kuala
Lumpur akan memakan waktu perjalanan 1 jam.
Berdasarkan referensi yang kami baca I-City ini sebenarnya kawasan mal,
namun terdapat wisata outdoornya berupa Pohon Lampu dan Wahana Permainan, dan
tempat ini baru akan indah ketika kita kunjungi malam hari, karena semua serba
lampu warna warni. Konsepnya cukup bagus
dan lagi gratis pula amsuk ke I-City ini.
Sewaktu berada disana saya sempatkan merekam dengan HP saya bagaimana
sparklingnya I-City ini. Setelah puas kami menikmati I-City, kami ditawarkan
teman kami dari Malaysia, kata dia ada Pasar Malam yang menjual barang-barang
bagus baik second maupun baru, ehm, sebenarnya dari awal ini nih yang saya
cari, setidaknya walopun cuma sekedar melihat-lihat atau barangkali nantinya
saya akan membeli sesuatu tapi setidaknya saya exicted. Akhirnya benar kami sepakat menuju ke lokasi
itu, saat sebenarnya kami sudah sampai di lokasi bukan main ramenya sampai
parker mobil sudah tidak ada lagi, niat teman saya adalah hendak memutar balik
sambil mencari lokasi parkir namun ditengah perjalanan kami temui kemacetan,
awalnya kami kira kecelakaan namun ternyata razia polisi, oooo…We’re on Trouble
nich!. Mobil yang kami naiki rupanya
masuk kedalam mobil yang di stop oleh Polisi, saat itu juga saya coba yakinkan
ke teman apakah surat-surat kendaraan lengkap, aman kata dia. Nah rupanya satu
yang gak aman, kawan saya lupa tidak membawa Paspornya. Alhasil kami di investigasi sana sini, terutama
kawan kami yang tidak bisa menunjukkan identitas, namun setelah panjang lebar
akhirnya diijinkan juga kami jalan.
Rupanya kawan saya sudah terlalu capek dan shock juga dengan apa yang
baru saja terjadi, akhirnya kami pun putuskan untuk pulang saja dan kami gagal
untuk mengunjungi pasar malam itu.
Maklum saja malam juga sudah larut, apalagi esok pagi kami harus bangun
pukul 04.00 untuk berangkat menuju bandara KLIA. Petualangan berakhir dengan tidak mulus namun
bagi saya sangat berkesan.(nar)